Repertoar Tari "Aji Ning Bumi" Kreasi Hendro Martono Di Kasongan Art Festival 2013
- Sunday, Dec 01 2013
- Written by Antok Wesman
- Hits: 79
RRI-Jogja News/L-09, Salah satu acara yang digelar selama Festival kasongan 2013 yaitu Repertoar Tari berjudul “Aji Ning Bumi” karya Koreografer Hendro Martono dan Komposer Warsana Kliwir yang dipentaskan saat pembukaan Kasongan Art Festival (KAF) ke-3 pada Sabtu malam (23/11/13) di Lapangan Parkir Beton Sebelah Timur Jembatan Kasongan.
Dalam bincang-bincang dengan RRI, Hendro Martono mengungkapkan proses penciptaan karya seninya tersebut. Menggunakan metode koreografi Lingkungan yang menghaeruskan seniman tari terjun ke masyarakat, belajar langsung industri kreatif di tempatnya. Menggunakan pendekatan koreografi serta bekal kepenarian.
Aji Ning Bumi dibawakan oleh empat penari inti putri yang melambangkan menyatunya empat anasir alam yakni tanah, air, udara dan api. Perancangannya didukung lima penari lainnya serta tujuh penari anak-anak serta seorangn dosen Etnomusikologi sebagai peñata musik dan tiga mahasiswa yang membantu menyiapkan tata panggung dan tata cahaya.
Diawali dengan adegan Dumadine Urip berupa suara gemuruh alam semesta yang mewujud menjadikan bumi lengkap dengan isinya. Kualitas kehidupan masyarakat sangat ditentukan keberhasilan manusia dalam berinterkasi dan berkreativitas terhadap alam maupun dengan unsur-unsur kehidupan itu sendiri.
Kelahiran bagai kertas putih yang akan diwarnai sesuai dengan kehendak manusia dalam menjalani hidup yang dihadirkan dalam tarian oleh dua penari putra yang bergerak bebas sambil mengibas-ngibaskan selembar kain putih.
Terdapat Tong tiga buah melukiskan dunai manusia dimana tiga penari, dua putri dan seorang putra berkostum kain lebar masuk ke dalam tong yang berisi air, kemudian muncul sambil mengibaskan tubuh yang basah kesegala arah menandakan dinamika kehidupan.
Adegan berikutnya berjudul Bening Butheke Urip, menyiratkan bahwa kehidupan akan benar-benar hidup apabila ada aktivitas dan kreativitas manusia dalam memberi warna dunia. Adegan itu terdiri dari dua bagian, yang pertama empat penari putri terbingkai pada semacam Praba arca di candi dalam posisi miring 45 derajat dan memunculkan gerak yang unik. Layaknya patung-patung yang hidup didalam bingkai.
Patung Loro Blonyo yang banyak dijual di Kasongan juga menjadi satu inspirasi. Bagi orang Jawa, Loro Blonyo dianggap sebagai perwujudan Dewi Sri dan Sadono, sang penguasa agraris, lambang kesuburuan. Pasangan penari melakukan gerakan dengan teknik saling mengisi dan saling menahan. Kemudian penari anak-anak membawa sapu lidi berwarna merah tua sebagai simbol sarana pembersih.
Adegan penutup bernama Mati Urip. Tarian oleh empat penari putri yang menggambarkan persaingan, konflik, perebutan dan harus ada pemenang. Bagi yang kalah tidak harus mati namun tetap hidup di balik bayang-bayang sang pemenang.
Pada akhir tarian muncul penari wanita mengenakan kostum putih dengan ekspresi sedih sebagai gambaran Ibu Pertiwi yang menangis karena eksploitasi bumi secara berlebihan yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Dengarkan Podcast Berita :
Audio clip: Adobe Flash Player (version 9 or above) is required to play this audio clip. Download the latest version here. You also need to have JavaScript enabled in your browser.