"Goyang Penasaran" Naomi Srikandi
- Thursday, Dec 08 2011
- Written by Antok Wesman
- Hits: 471
RRI-Jogja News, Peraih Empowering Women Artists Kelola dan didanai oleh HIVOS, Ford Foundation, dan BIYAN, Naomi Srikandi bersama Teater Garasi menggelar sandiwara Goyang Penasaran yang diangkat dari prosa Intan Paramaditha pada Rabu-Kamis-Jum’at (14,15,16/12) mulai pukul 19 WIB di Studio Teater Garasi Jl. Bugisan Selatan 36A, Tegal Kenongo, Bantul, Yogyakarta.
Kali ini Naomi Srikandi dan Intan Paramadhita berkolaborasi dengan Agung Kurniawan, Ari Dwianto, Ignatius Sugiarto, Irfanuddien Ghozali, MN Qomaruddin, Ratri Kartika, Rifqi Mansur Maya, Risky Summerbee, Theodorus Christanto, Vidyahana Sinaga.
Manajemen Produksi Ratri Kartikasari kepada RRI-Jogja On Line menjelaskan, "Cerita pendek Goyang Penasaran yang ditulis Intan Paramaditha di tahun 2008 mengandung pertanyaan tentang transaksi melihat atau dilihat yang berlangsung dalam kenyataan-kenyataan hari ini, khususnya dalam hubungan pelik antara wacana seksualitas, politik, dan pertunjukan agama".
"Adaptasi Goyang Penasaran dari teks ke panggung yang disutradarai Naomi Srikandi adalah upaya memperluas dialog atas kenyataan-kenyataan tersebut, dengan siasat-siasat pertunjukan yang barangkali akan mengejutkan penglihatan penonton, sehingga pertunjukan ini memang dikhususkan bagi penonton dewasa dengan kapasitas terbatas hanya 50 kursi", imbuhnya.
Sinopsis cerita, Salimah, penyanyi dangdut yang bikin penasaran, hidup di kampung tempat goyang dangdut diterima, dihidupkan, sekaligus dihujat banyak orang. Tak peduli dirinya gadis atau janda, setiap lelaki bersumpah rela bertekuk lutut di bawah lekuk pinggulnya. Solihin, pemuda parlente yang kemudian menjadi kepala desa, tak menyerah sekalipun lamarannya ditolak.
Sebelum mendapatkan perempuan yang jadi rebutan, sampai matipun akan ia perjuangkan. Tapi Salimah hanya menginginkan mata Haji Ahmad, guru mengajinya dulu. Mata yang terbuka lebar, seperti ketika menamai perempuan itu sumber dosa. Mata yang marah dan memaksanya turun dari panggung. Mata yang ingin ia dekap ke dadanya, sampai mati.
Naomi Srikandi adalah penulis, sutradara dan aktor teater. Sebagai aktor ia terlibat dalam kolaborasi internasional Prism bersama Kageboushi Theater Company, Jepang dan Asia Tenggara, 2003; Waktu Batu bersama Teater Garasi dipentaskan di Art Summit Festival Jakarta, 2004, Insomnia 48 di Singapura, 2004, Intransit Festival Berlin, 2005, dan Morishita Studio Tokyo, 2006; Sichinin Misaki bersama PARC Tokyo dan Kyoto, 2004-2006; Di Cong Bak bersama Teater Garasi, Komunitas Tikar Pandan dan Teater Embassy di Aceh dan Yogya, 2006, King's Witch bersama Yudi Ahmad Tajudin, Tony Prabowo, Goenawan Mohammad dan Continuum Orchestra Jakarta, 2006.
Karya penyutradaraan dan adaptasinya adalah Shakuntala versi pertama di Lembaga Indonesia Prancis, Yogyakarta, 2007 dari fragmen dalam novel Ayu Utami Saman dan Larung, Shakuntala versi kedua di Festival Salihara, Jakarta, 2008, dan Medea Media di Jogja National Museum, Yogyakarta, 2010 dari lakon Euripides Medea dan medeamaterial Heiner Muller.
Karya lakonnya dibukukan dalam kumpulan lakon Perbuatan Serong di Omah Sore, Forum Penulis Lakon dan Teater Garasi, 2011. Naomi adalah kreator dan pembawa acara talkshow KOSMO yang membahas ruang publik, silang budaya, dan seni kontemporer di TVRI Jogja. Ia meraih Empowering Women Artists Kelola 2010-2011 dan mengikuti program residensi seniman di Korea Selatan untuk penelitian proyek horornya 2011.
Sedangkan Intan Paramaditha adalah pengarang dan peneliti film dan kajian budaya. Karya-karya fiksinya dibukukan dalam kumpulan cerita pendek Sihir Perempuan oleh Katakita, 2005 dan Kumpulan Budak Setan oleh Gramedia Pustaka Utama, 2010, bersama Eka Kurniawan dan Ugoran Prasad.
Selain menulis fiksi ia juga menulis sejumlah artikel tentang film, gender, dan politik yang diterbitkan di dalam dan luar negeri. Saat ini ia adalah kandidat doktor di New York University, menulis disertasi tentang film Indonesia dan politik seksualitas.