Bansos 46 Milyar Gagal Turunkan Kemiskinan
- Friday, Nov 01 2013
- Written by Wahyu Suryo
- Hits: 43
RRI-Jogja News/ L-12, Program Pemda DIY untuk menurunkan angka kemiskinan pada tahun 2013 sebesar dua persen, tinggal angan-angan belaka. Pasalnya, penyaluran dana bantuan sosial (bansos) sebesar 46 milyar rupiah, bagi 46 ribu Kepala Keluarga miskin produktif berdasarkan data BPS, terbukti belum terserap seluruhnya.
Padahal, penyaluran dana bantuan ini sudah dilakukan sejak bulan Juni lalu, yang seharusnya kini sudah dapat dilihat hasilnya. Pemerintah Daerah beralasan, belum semua penerima bantuan membuat kelompok, sebagai syarat diterimanya bantuan tersebut.
Hal tersebut seperti diungkapkan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Bappeda DIY Tavip Agus Rayanto. ”Berdasarkan hasil evaluasi, belum seluruh Kabupaten itu mencairkan, karena ada yang belum terbentuk kelompoknya, di lapangan belum sepenuhnya sesuai skenario awal”, ungkap Tavip.
Menurutnya, penggunaan dana bansos itu ditujukan untuk menggerakkan ekonomi produktif di tingkat masyarakat, misalkan usaha kecil seperti produksi makanan dan lainnya. Meski bisa pula digunakan untuk mengembangkan peternakan dan pertanian, namun tidak akan langsung bisa dirasakan manfaatnya dalam jangka pendek.
”Skenarionya kan tidak untuk peternakan dan pertanian saja, mestinya untuk ekonomi produktif lainnya”, terangnya.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik atau BPS DIY, angka kemiskinan di kota gudeg mencapai kisaran 560 ribu jiwa. Dengan program dana bansos ini, masing-masing Kepala Keluarga miskin produktif, menerima dana bantuan sebesar satu juta rupiah.
Namun faktanya, di tingkatan masyarakat sudah ada yang membentuk kelompok, meski hingga kini dana bantuan tidak kunjung cair. Padahal masyarakat betul-betul berharap, bantuan dana dari APBD DIY itu dapat meningkatkan taraf perekonomian mereka.
Salah satu warga yang mengeluhkan belum cairnya dana bansos adalah Bejo Saputro usia 59 tahun, warga RT 7/ RW 2 Dipowinatan Kota Yogyakarta. Ia mengaku, sudah membentuk kelompok bersama Sembilan warga lainnya sejak bulan Juni silam, namun kenyataannya dana yang dimaksud belum juga sampai kepada warga.
”Dananya belum turun, katanya kalau sudah turun, nanti di suruh ke kantor kelurahan”, ungkap Bejo.
Hal senada disampaikan, Ibu Yatmi usia 50 tahun, warga Dusun Klaci, Margoluwih Seyegan Sleman. Ia mengaku, hingga kini dana bansos yang dijanjikan Pemda DIY belum sampai ke tangannya, meski sudah terbentuk kelompok.
”Sampai sekarang belum dapat dananya, sekitar puasa kemarin ada pemberitahuan dapat bantuan”, ungkapnya.
Di lain pihak, Anggota DPRD DIY Esti Wijayanti justru meminta agar Pemerintah Daerah melakukan evaluasi total, terkait penyaluran dana bansos di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pasalnya, ada indikasi salah sasaran dalam hal penyaluran dana bansos di Kabupaten Gunungkidul.
”Sudah ada masukan dari masyarakat, yang punya sapi banyak dan yang pensiunan itu ada yang mendapatkan, saya kira ini tidak hanya di satu titik, perlu dikoreksi”, kata Esti.
Pernyataan Esti dibenarkan salah satu warga Dusun Bejiharjo Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul bernama Supriyanto alias Dukut, usia 45 tahun. Ia mengaku kecewa dengan sistem penyaluran bansos 46 milyar, karena tidak sampai ke tangan yang berhak.
Dirinya mengakui, tidak tahu persis berapa besar dana bantuan yang salah sasaran. ”Ya benar, malah yang udah pensiunan itu dapat, janda dan orang gak punya malah gak diperhatikan, yang dapat malah yang punya”, terangnya.
Meski sejumlah persoalan melingkupi penyaluran dana bansos, Kepala Bappeda DIY Tavip Agus Rayanto akan melakukan evaluasi pelaksanaan program tersebut. Ia tetap akan memantau realisasi program ini, meski di lapangan berjalan tidak sempurna.
”Maka, kami dalam waktu dekat juga akan melaksanakan evaluasi kemiskinan, kami juga akan ketemu dengan tim penanggulangan kemiskinan kabupaten kota”, kata dia.
Terpisah, Kepala Badan Pusat Statistik BPS DIY Wien Kusdiatmono mengatakan, pihaknya mengusulkan 46 ribu Kepala Keluarga miskin, untuk menerima dana bansos. Jumlah penerima sebanyak itu, berdasarkan data Program Perlindungan Sosial (PPLS) dari pusat.
Pihaknya menentukan warga penerima, yang tergolong di bawah garis kemiskinan. Pendapatan rata-rata perbulan mereka, di bawah 270 ribu rupiah per kapita. ”Itu yang kita ambil, misalnya dia ada modal sedikit saja, dia ada usaha dia cepet naik dan selanjutnya akan survive”, ungkapnya.
Namun menurutnya, setelah melihat kondisi yang ada ia pesimis, target pengurangan angka kemiskinan dua persen melalui program dana bansos sulit tercapai. Apalagi hingga kini ada yang belum menerima dana bantuan, meski sudah ada yang membentuk kelompok di tingkat masyarakat.
”Kayaknya ini nggak menyentuh pengurangan kemiskinan dua persen, apalagi di bulan September kayaknya nggak, bahkan sebelumnya juga ada kenaikan harga BBM”, ungkapnya.
Meski masih menunggu kepastian pencairan dana bansos, namun Bejo Saputro warga Dipowinatan mengungkapkan, jika nantinya dana bansos bisa cair, akan digunakan untuk meneruskan usaha kecil miliknya, yaitu berjualan bensin di Jalan Ireda yang sempat ditutup.
Ia menutup usaha berjualan bensin, lantaran dirinya sibuk bekerja di tempat fotokopi, yang ada di Jalan Brigjend Katamso Kota Yogyakarta. ”Kalau dana turun rencana untuk tambah modal jualan bensin, kalau dapat bantuan ini, mau tak buka lagi jualan bensin di Jalan Ireda”, akunya.
Ibu Yatmi warga Seyegan Sleman mengaku, jika dana bantuan bansos bisa segera turun, maka dana itu akan dipergunakan untuk membuka usaha. Namun apabila tidak memungkinkan untuk membuka usaha, maka akan digunakan untuk tambahan modal membeli hewan ternak.
”Kalau dana cair entah nanti bikin usaha atau untuk beli kambing, kalau orang kekurangan itu ya senang (menerima bantuan), karena suami saya hanya bekerja serabutan”, ungkapnya.