RRI-Jogja News, Menangkap moment penting 11.11.11.11, jam 11 pada tanggal 11, bulan 11, tahun ‘11 (2011), pelukis Godod Sutejo menggelar pameran tunggalnya di Posnya Seni Godod yang berlokasi di Jl. Suryodiningratan MJ (Mantri Jeron) II/64 Gang Rahmat Yogyakarta, dan secara kebetulan tetangganya saat itu sedang melangsungkan Akad Nikah sehingga kedua mempelai itu sekaligus diberi kehormatan untuk membuka pameran tersebut.
Melalui Tema “Oyot-Oyot Godod," Rip V. Dinar, pengamat dan penggiat seni rupa mencoba menangkap spirit yang tersirat di balik “Tabir Sunyi” dari ke-11 lukisan Godod yang digelar hingga 11 Januari 2012. “Jangan bicara soal sepi jika tak mampu menterjemahkan secara alam, Jangan bicara tentang misteri jika tak mampu menafsirkan desir angin” kiasnya.
Menurut Rip V. Dinar, “Gaya ungkap pelukis ada yang menganut paham naturalis ataupun impresionis. Cara memvisualisasikannya tentu setiap pelukis punya cara tersendiri, sesuai dengan naluri, kepekaan serta wawasan saat beradaptasi dengan alam. Saat pelukis melakukan pengembaraan, bisa memakan waktu berhari-hari, bahkan sampai berbilang bulan tanpa merasa lelah atau jenuh mencari objek yang cocok dan layak untuk dilukis. Disamping itu juga mencari pengalaman, sekaligus mengasah kepekaan batin terhadap perilaku alam."
Dalam eksplorasipun setiap pelukis punya prinsip dan sudut pandang tersendiri. Ada pelukis yang begitu terampil menggambarkan objek secara utuh sesuai dengan yang terlihat (realistis), tanpa menambah atau mengurangi. Ada juga yang hanya menangkap kesan sekilas saja (impresif), tanpa melukiskannya secara utuh. Begitu pula dengan pelukis yang khusus menghadirkan suasana dan mengutamakan inti yang tersirat. Bisa dikatakan pelukis mencari lalu mengambil spirit dari sumber alam yang maha luas, tanpa harus memvisualisasikan seperti apa yang tampak dipermukaan.
Dari sekian banyak pelukis Indonesia, yang boleh dikatakan sudah cukup mapan dan namanya pun sudah banyak dikenal oleh masyarakat seni rupa, salah satunya adalah Godod Sutejo, kelahiran Wonogiri, 12 Januari 1953. Pelukis ini dikenal sebagai “Pelukis Alam Sepi”, karena kebanyakan lukisannya menggambarkan suasana sepi, sunyi dan misteri, dengan objek utama manusia serba kecil, bahkan tidak sebanding dengan luas bidang kanvas.
Pencitraan lukisannya agak aneh, karena objek manusia dilukiskan begitu kecil dan sangat teliti menempatkan objek utama pada latar belakang sehingga terkesan kosong. Tetapi ruang itu sebenarnya tidak kosong. Ada beberapa lukisan warna yang jika dicermati bukan sekedar sapuan warna biasa, tetapi sudah menghasilkan tekstur yang berkarakter serta memiliki makna seperti halnya pelukis Nashar (Alm), setiap garis sudah menciptakan irama, setiap sapuan warna memiliki makna. Walaupun garis dan warna tersebut sederhana, tetapi memiliki kekuatan dan satu sama lain saling mengisi dan saling melengkapi, menjadi satu kesatuan yang utuh. Pada lukisan-lukisan Godod Sutejo, garis dan warna seakan tertutup kabut dan samar-samar terlihat bayangan objek lain, seperti gunung , rumah berpendopo atau sebentuk candi.
Seperti halnya pelukis yang menyukai dan dekat dengan alam, Godod Sutejo juga sering bepergian ke berbagai tempat. Berkelana membawa alat-alat lukis ke bukit, ke kaki gunung, ke pantai atau ketengah sawah. Hanya saja Godod Sutejo tidak melukiskan apa yang terlihat dipermukaan, tetapi menjelajah lebih jauh lewat imajinasi. Datang, melihat, merenung dan meresapi suasana sekitarnya, lalu diolah dengan mata batin. Hasil pergulatan itu baru diekspresikan ke bidang kanvas, yang hasilnya akan bertolak belakang dari apa yang terlihat. Perjalanan panjang telah dilewati dan disinggahi seperti berkunjung ke Baduy Dalam dan suku Naga, Tasikmalaya hingga lereng Gunung Tengger, telah memberikan banyak energi untuk menghasilkan lukisan-lukisan yang menyejukkan jiwa.
Jika diperhatikan secara menyeluruh, semua lukisan Godod Sutejo tidak menonjolkan objek semata, tetapi ada pesan yang tersirat, sekaligus memberikan penyadaran bahwa manusia sangat tidak berdaya di tengah alam semesta maha luas. Menyiratkan betapa kesombongan itu sama sekali tak berguna. Lukisan-lukisan Godod Sutejo tidak memindahkan objek seperti yang terlihat lewat pandangan mata, tetapi mengacu kearah sesuatu yang tak bisa dilihat, melainkan harus dirasakan. Oleh karena itu banyak apresian yang keliru dan terjebak pada persepsi yang salah saat menafsirkan lukisan-lukisannya. Padahal jika menyikapi lukisan-lukisan Godod Sutejo secara mendalam, akan banyak cerita yang terekam. Akan mengerti, mengapa lebih banyak ruang hampa dalam sebidang kanvas. Kosong dalam makna lukisan Godod Sutejo berarti ada isinya. Untuk mengetahui isinya, apresian harus mengosongkan pikiran yang berkaitan dengan objek nyata. Disana akan dijumpai suasana damai, akan dirasakan suatu ketentraman dan kesejukan batin. Letak daya pukau dan kekuatan magisnya justru pada suasana sunyi, lengang dan sarat perenungan. Seperti berada dibawah alam sadar.
Semenjak kuliah di Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI) “ASRI” Yogyakarta, Godod Sutejo telah memilih jalan kesenian melukis sebagai sarana kehidupan. Sikap dan pilihan tersebut telah membuat Godod Sutejo lebih matang dan percaya diri dalam melukis. Siap pula menerima berbagai benturan, baik benturan pendapat mengenai lukisan-lukisannya, maupun benturan dalam urusan rumah tangga. Kritik tajam terhadap lukisan-lukisannya dianggap masukan positif untuk lebih berani mempertahankan eksistensi.
Menyimak lukisan-lukisan Godod Sutejo secara umum boleh dikatakan sudah menemukan bentuk tersendiri, ciri khas yang tidak dimiliki pelukis lain, keberadaan lukisan-lukisannya yang diam tapi memiliki kekuatan. Dalam diam ada gerak, Dalam sunyi ada kehangatan, Ditengah hamparan kuas ada isyarat, Bahwa manusia harus ingat asal-usulnya, Bahwa suatu saat harus kembali kepada-Nya.