Pameran Karya Empat Pelukis Cilik Menandai Peringatan Hari Seni Anak Nasional Di Yogyakarta
- Wednesday, Mar 12 2014
- Written by Antok Wesman
- Hits: 169
RRI-Jogja News/L-09, Empat pelukis cilik Jogja masing-masing, Bintang Tanatimur, siswa kelas 2 SDIT Alam Nurul Islam Gamping Sleman; Muhammad Ahnaf Mumtaza, siswa SMP Negeri 4 Yogyakarta; Rozzan Favian Jiwani, siswa Kelas 2 SD Tumbuh II Yogyakarta dan Shafa Selimanorita, siswa kelas 6 SDN Keputran A Yogyakarta, bersama-sama menggelar karya lukis mereka dalam pameran bertajuk “Unpredictable Kids” di Sellie Coffee Jl. Gerilya 822 Prawirotaman Dua Yogyakarta.
Pameran lukisan karya anak-anak tersebut di buka oleh GKR Pembayun dengan melepas balon-balon menandai Peringatan Hari Seni Anak Indonesia, disaksikan tamu undangan, para seniman dan anak-anak dari berbagai sanggar seni di Yogyakarta.
Salah seorang seniman yang ditemui RRI, Samuel Indratma, yang mendapat julukan sebagai Presiden Mural Jogja, berpendapat bahwa “Hal semacam ini harusnya kalau di Jogja sudah menjadi kebiasaan umum, karena warganya sudah terbiasa dengan kesenian, cuma kadangkala warga Jogja itu gagap menghadapi dunia anak melalui seni".
Menurutnya, "Kebiasaan memamerkan hasil karya, kebiasaan bertukar pendapat, kebiasaan belajar dibidang kesenian sebenarnya sudah lama dikelola. Warga Jogja sejak kecil diajak berpikir tentang medium ekspresi, sehingga besarnya nanti tidak perlu mencari-cari ruang ekspresi. Kalau masa dewasanya nanti penuh gejolak, mereka sudah dibiasakan dengan penyaluran ekspresinya, jadi remaja Jogja tidak perlu kehilangan identitas".
"Ini bagian strategi jangka panjang sebuah kota, sehingga warganya tidak kebingungan mencari-cari keberadaan dirinya, kalu sudah demikian sebenarnya ngirit sekian puluh persen mengelola remaja, karena remaja sudah dipersiapkan mengidentifikasi dirinya melalui seni”, imbuh Samuel Indratma lebih lanjut.
Dalam kesempatan yang sama Dosen ISI Yogyakarta Mikke Susanto kepada RRI mengungkapkan bahwa sebenarnya pameran lukisan anak-anak ini bukan pada soal hasil akhir, tapi pada saat kita menghormati kemampuan ataupun jejak rekam mereka, untuk kita lestarikan. “Jadi sebenarnya apapun hasilnya ini adalah hasil karya mereka, artinya apa, ini bukan karya atau ini sebuah karya itu nomor dua, Jadi tempelan warna yang kemudian ditangan itu beralih kesebuah tempat, kertas atau kanvas atau apapun itu kan jejak”, tuturnya.
“Penghormatan terhadap proses melakukan jejak rekam itu yang utama, terhadap usia mereka yang masih kecil yang akhirnya menjadi dewasa. Kalau dikaitkan dengan banyaknya stereotip seni lukis anak yang homogen, bahwa seni lukis anak itu selalu yang kayak sanggar, kami lawan dengan ini, mereka ber-empat tidak mau masuk sanggar, ini Unpredictable Kids nya disitu”, kilahnya.
Mikke Susanto berharap semua anak-anak lebih mementingkan pameran daripada kompetisi. "Mari kita berlomba dengan cara memamerkan, jangan berlomba untuk diadu, dengan cara mencari mana yang paling bagus dan pencanangan Hari Anak Seni Nasional kali ini lebih berorientasi pada upaya untuk mengheterogenisasi gaya seni lukis anak", ajak Mikke.
Dengarkan Podcast Berita :
Audio clip: Adobe Flash Player (version 9 or above) is required to play this audio clip. Download the latest version here. You also need to have JavaScript enabled in your browser.