Kiprah Pelukis Nasirun Di Awal 2013
- Wednesday, Jan 02 2013
- Written by Antok Wesman
- Hits: 531
RRI-Jogja News/L-09, Ketika banyak orang menjadi galau pada malam menjelang tahun baru 2013 akibat hujan cukup deras mengguyur Jogja, namun bagi Nasirun dan Tarman (dua perupa Yogya) tidaklah demikian. Di bawah guyuran hujan yang turun sejak sore hingga detik pergantian tahun dari 2012 ke 2013, kedua perupa tersebut justru melakukan "ritual" melukis di depan Gedung Agung, di kawasan titik nol Yogya, atau di kawasan Malioboro yang diyakini sebagai pusat pusaran kebudayaan.
"Ketika semua orang melakukan sesuatu menyambut datangnya tahun baru, maka kami berpikiran apa yang perlu kami kerjakan, selaku pelaku seni ini? Maka untuk menandainya kami melukis di ruang terbuka sebagai bentuk sebuah prosesi kebudayaan," ujar Nasirun ketika ditemui di rumahnya, Selasa (1/1) malam.
Tentu, aksi Nasirun bukanlah sebuah sensasi. Sekelas Nasirun yang mempunyai nama besar di dunia seni rupa, tak memerlukan sebuah sensasi untuk mempertahankan nama besarnya. Kalau dia melakukan hal itu punya alasan yang mendasar. Dalam pandangannya, angka (20)13, secara mistis dipandang sebagai angka sial, meski bagi warga keturunan bukanlah suatu hal yang penting, dan malah turunnya hujan diyakini membawa berkah.
"Secara mistis angka (20)13 merupakan angka sial, terlebih dalam situasi hujan deras. Karena itu kami melakukan rialat kebudayaan, semacam tumbal yang juga mengandung sebuah kontemplasi," ujar Nasirun, perupa asal Cilacap, Jawa Tengah ini.
Kalaupun dirinya memilih kawasan Malioboro, Nasirun beranggapan bahwa kawasan ini merupakan pusat pusaran kebudayaan Yogya. Ikon Yogya. Dan di Malioboro itu, menurut Nasirun, kebanyakan orang melakukan sesuatu menyambut datangnya tahun baru.
Sebagai perupa, ia memilih untuk melukis di arena terbuka. Kalaupun saat itu hujan, memang kehendak alam yang tak boleh diingkari. Prosesi melukis menyongsong datangnya tahun baru di Malioboro dipandang penting. Penting, karena di dalam benak Nasirun timbul pertanyaan, kenapa para pelaku kebudayaan tidak melakukan, tapi justru dilakukan oleh seorang pedagang kecil di pusaran pusat kebudayaan. "Apakah ini artinya pelaku kebudayaan itu justru pedagang terompet dan minuman," seloroh Nasirun.
Sekitar pukul 20.00 WIB, dinaungi payung , Nasirun mencoretkan cat di atas kanvas berukuran 2 x 3 meter. Sementara Tarman melakukan di atas kanvas berukuran 70 x 90 cm. Dalam kurun waktu sekitar 3 jam, Nasirun berhasik merampungkan lukisan dengan judul "Ibu, Janganlah Menangis". Tarman memberi judul lukisannya "Nuansa Malam (di Yogya) Yang Hujan" dengan latar belakang gedung Kantor Pos sebagai ikon kota Yogya.
"Judul lukisan saya ini terinspirasi pertemuan saya dengan ibu penjual minuman saat melukis. Ibu ini menawarkan dagangan minuman di bawah guyuran hujan dan dagangannya hanya ditutup dengan lembaran plastik. Saya melihat ibu ini melakukan prosesi spiritual," ujar Nasirun.
Makna dari lukisannya, lanjut Nasirun, tetap mengacu pada keadaan alam, bumi yang bisa diartikan ibu (pertiwi). Ibu (bumi) selama ini selalu memberi berkah bagi umat Allah yang hidup di dalamnya. Untuk itu, manusia perlu merawat dan menjaga bumi atau ibu.
Sebuah perjuangan tersendiri melukis di alam terbuka dan diguyur hujan. Begitu aku Nasirun dan Tarman. "Melukis di studio saja sudah perjuangan yang berat dan perlu konsentrasi penuh, apalagi ini di ruang terbuka, ditonton banyak orang dan diguyur hujan deras. Cat yang kami torehkan ke kanvas, sering tertimpa air hujan dan menetes ke bawah. Di satu sisi, lukisan saya lebih tergambar suasana hujannya," kata Tarman.
Apa yang dilakukan Nasirun dan Tarman bisa dikatakan berkolaborasi dengan alam yang menghadirkan awan kelabu menggelayut di atas sedang mencurahkan air. Demikian pula pertemuannya dengan sosok ibu penjual minuman asal Purbalingga. "Semoga kolaborasi ini bisa menjadi pijakan dasar bagi hidup saya menapak tahun 2013," kata Nasirun yang terlahir dari keluarga petani.
Desember 2013 memang menjadi bulan yang istimewa bagi Nasirun. Selain melakukan prosesi kabudayan, Nasirun juga mendapat penghargaan dari MURI pada 17 Desember 2012 atas prestasinya 1000 lukisan di atas kartu undangan atau ucapan selamat yang ia terima selama ini. Seribu lukisan tersebut aru-baru ini di pamerkan di Salihara, Jakarta.
"Saya mengucapkan terimakasih atas penghargaan MURI. Namun itu sebetulnya buka tujuan saya. Saya hanya mengapresiasi kepada mereka yang mengirim kartu kepada saya," tutur Nasirun mengakhiri perbincangan.
Dengarkan Podcast Berita :
Audio clip: Adobe Flash Player (version 9 or above) is required to play this audio clip. Download the latest version here. You also need to have JavaScript enabled in your browser.