RRI-Jogja News, Hingga saat ini pertanian atau makanan organik sudah menjadi tren di masayrakat Indonesia. Sayangnya, pertanian organik masih dimaknai sebagai sseuatu yang sempit dan belum menyentuh esensi sesungguhnya mengenai penghargaan terhadap lingkungan hidup.
Hal tersebut disampaikan Humas Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, Upi Gufroh dalam pembukaan diskusi bertema '25 Tahun Menjemput Mimpi Organik, Suatu Pagi di Yogyakarta 2036' yang digelar di Balaikota Yogyakarta, hari ini. Acara dihadiri oleh beberapa pembicara diantaranya Irsyad Thamrin (LBH Yogya), Prof Bakti Setiawan (PSLH UGM) dan Arif Rianto Budi Nugroho (PSNB UPN).
"Organik hanya dimaknai sebagai makanan sehat, bebas pestisida atau bebas insektisida. padahal sesungguhnya organik adalah gaya hidup yang dilakukan secara sadar oleh masyarakat untuk memberikan penghargaan terhadap ekosistem dan lingkungan hidup," ujar Upi.
Upi meneruskan, saat ini kerusakan lingkungan alam masih kerap etrjadi di Indonesia. hal ini disebabkan oleh gaya hidup yang hedonistik, kapitalistik dan antroposentris. "Semesta seharusnya dihargai karena semesta ituj sendiri. Kami dari WALHI akan terus mengawal melalui advokasi kebijakan untuk hal itu," imbuhnya.
Sementara, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta Suyana mengakui, kesadaran lingkungan masyarakat kota in dapat digolongkan rendah. Dirinya mencontohkan, masih adanya warga masyarakat yang menolak aksi penanaman pohon yang dilakukan BLH Kota Yogyakarta.
"Beberapa kali, ada masyarakat protes karena pemerintah memberikan fasilitas tanaman di depan tempat usaha. Terakhir, di depan APMD dalan Timoho ada rumah makan yang pohon didepannya ditebang, dengan alasan tempatnya menjadi tidak laku," ujarnya.